Sabtu, 20 Maret 2010

Hubungan Pertahanan Keamanan Indonesia-Australia: Traktat Lombok

Australian security policy should be as much concerned with seeking to influence the shape of that regional security environment as with seeking a commitment by a friendly power to defend the Australian continent from attack. Australia has long tradition of seeing its own security as inseparable from the security of its own surrounding region[1].

Kebijakan Pertahanan Australia
Menurut Buzan, negara berdaulat memiliki tiga komponen utama: ide, basis fisik, serta institusi-institusinya. Biasanya, yang mengancam basis fisik sebuah negara adalah kekuatan militer, ekonomi, dan lingkungan[2]. Sebagai upaya untuk mencegah ancaman[3] yang datang ke Australia, maka Australia perlu membangun hubungan strategis dengan negara kawasan agar keamanannya terjamin, salah satunya dengan Indonesia.

Most important strategic interest is the security, stability and cohesion of our immediate neighbourhood; Indonesia, Papua New Guinea, East Timor, New Zealand and the South Pacific island states.
A stable and cohesive Southeast Asia will mitigate any such threat and is in our strategic interests. More broadly, we have a deep stake in the maintenance of an Asia-Pacific regional security environment that is conducive to the peaceful resolution of problems between regional countries and can absorb the rise in strategic and military power of emerging major players.
[4]

Kebijakan pertahanan Australia saat ini yang berkonsep regional defense, merupakan manifestasi dari konsep forward defense, dimana musuh atau sumber ancaman dapat dihancurkan sebelum mencapai daratan Australia. Konsep keamanan regional merupakan perkembangan dari konsep cooperative security. Dalam implementasinya, konsep ini tidak diterapkan secara identik di semua kawasan karena penggunaannya disesuaikan dengan keadaan kawasan tersebut. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap definisi cooperative security itu sendiri.
Nolan mendefinisikan cooperative security sebagai sebuah konsep yang dibentuk untuk situasi setelah Perang Dingin dimana strategi keamanan tradisional yang didasarkan pada konfrontasi militer dan deterrence tidak lagi relevan. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa cooperative security dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya peperangan. Konsep ini menggantikan tindakan persiapan untuk melawan ancaman dengan tindakan pencegahan terhadap suatu ancaman. Nolan menekankan pada aspek militer dari cooperative security terutama pencegahan konflik dan pengawasan persenjataan.
Sedangkan Paul B. Stares dan John D. Steinbruner mendefinisikan cooperative security sebagai cara untuk meminimalisir ketidakpastian tentang keamanan nasional yang dialami oleh negara. Hal itu dilakukan melalui aturan – aturan bersama mengenai kapabilitas militer dan praktik operasional militer yang seringkali menimbulkan ketidaktenangan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ini merupakan pendekatan preventif untuk mengatasi situasi internasional yang insecure dimana kondisi ini dipengarui oleh kemampuan offensif milter. Tujuan dari rezim cooperative security adalah untuk mengurangi kemungkinan konflik antar negara.
Menurut M. Griffits dan T. O. Callaghan, regionalisme adalah hubungan politik yang intensif dan/atau hubungan kerjasama ekonomi antar negara atau aktor lain dalam satu kawasan geografis tertentu. Sedangkan menurut Benjamin Cohen, regionalisme tidak harus berdasarkan kedekatan wilayah, namun dapat lebih pada keuntungan, baik ekonomi maupun politik[5]. Dalam hal keamanan regional, berarti negara – negara satu kawasan akan menjalin kerjasama terkait keamanan dan kepentingan nasionalnya.

The capability of Australia’s armed forces should be seen as having relevance not only for the defence of Australia, but for the region as a whole. Australia’s possession of significant military power contributes to the strategic stability of our neighbouring regions, providing a ‘secure south’ for South East Asian countries and a ‘secure west’ for South Pacific Nations.[6]
Australia membangun kerjasama keamanan yang memberikan keuntungan – keuntungan baginya untuk mencegah berbagai ancaman yang mengganggu keamanan nasionalnya. Konsep keamanan nasional itu sendiri adalah, dalam istilah tradisional/konvensional, kondisi ketika negara terbebas dari ancaman, atau kemampuan negara untuk melindungi kedauatannya dari ancaman yang berasal dari luar batas teritorialnya. Dalam perkembangannya kemudian, konsep keamanan nasional tidak hanya terfokus pada ancaman dari militer saja, namun juga dari ancaman kontemporer lainnya.
Pembentukan sistem keamanan nasional suatu negara tidak dapat terlepas dari identitas yang dibangun negara tersebut dan bagaimana persepsi aktor-aktor keamanan dalam mewacanakan dan mendefinisikan keamanan nasional.
Menurut kelompok konstruktivis, sebelum kelompok menentukan kepentingannya, kelompok membangun identitas mereka terlebih dahulu. Pengertian identitas sendiri menurut Alexander Wendt adalah relatively stable role –specific understandings and expectation about self. Identitas adalah suatu pemahaman yang datang dari pembelajaran dan ekspektasi tentang peran apa yang diambil yang relatif stabil, karena begitu pemahaman itu berubah maka ekspektasi turut berubah[7]. Images of individuality and distinctiveness held and projected by an actor and formed and modified over time through relations with significant others. Pencitraan tentang individualitas atau kesayaan yang berbeda yang dimiliki dan disebarkan oleh individu atau kelompok itu, yang selalu dibentuk dan dimodifikasi sepanjang waktu melalui hubungan dengan orang-orang yang penting dan memiliki pengaruh terhadap pembentukan identitas.
Identitas yang dibangun menentukan kepentingan nasional[8] yang akan dicapai dan mampu mengkonsepsikan mengenai pembangunan sistem keamanan nasional.
Sebagai contoh adalah Australia. Dalam Buku Putih Pertahanan Australia 2009, negara ini berpendapat bahwa kebijakan pertahanannya selama ini tetap self reliance[9] seperti yang telah ditetapkan sebelumnya, dan tidak berubah menjadi forward defense, meskipun dalam prakteknya kebijakan pertahanan Australia lebih condong untuk dikatakan ke forward defense.
The Government has decided that Australia's defence policy should continue to be founded on the principle of self-reliance in the direct defence of Australia and in relation to our unique strategic interests.[10]
Dengan demikian, pembangunan kerjasama maupun aliansi baik dengan negara – negara satu kawasan maupun dengan Amerika, dan bergabung dalam misi – misi Amerika Serikat, merupakan upaya untuk memperkuat pertahanan dengan tetap berkiblat pada konsep self reliance dan mengeluarkan pertahanan yang dimiliki apabila dibutuhkan.
with a capacity to do more when required, consistent with those strategic interests that we might share with others, and within the limits of our resources.[11]
Prinsip keamanan nasional Australia yang demikian merupakan sebuah perwujudan konsep keamanan secara menyeluruh, yang menempatkan keamanan sebagai konsep multidimensional yang memiliki empat dimensi yang salah satunya adalah pertahanan negara. Selain tiga dimensi lainnya yaitu dimensi ketertiban publik, dimensi stabilitas dalam negeri, dan dimensi keamanan manusia.
Berdasarkan pada keempat dimensi tersebut, keamanan nasional dapat didefinisdikan sebagai upaya negara yang bertujuan untuk menciptakan kondisi aman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga mampu menjaga tujuan dan kepentingan nasional dari segala bentuk gangguan dan ancaman.[12]

Traktat Lombok Bagi Australia
“Australia and Indonesia have a confident and maturing defence relationship, based on a foundation of mutual respect and trust, which we would like to deepen and expand on matters affecting our common security interests such as terrorism, regional security and piracy[13].”

Sebagai dua negara yang berbatasan secara langsung, Indonesia - Australia memiliki sejarah hubungan luar negeri yang pasang surut. Beberapa isu - isu sensitif bagi kedua pemerintah sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia-Australia selama ini. Intervensi dalam persoalan politik Timor Timur Pra dan Pasca Kemerdekaan, ‘dukungan’ terhadap gerakan politik di Papua, penangkapan terhadap nelayan Indonesia, hingga kecaman terhadap ketidakmampuan mengatasi kasus bom Bali yang menelan korban warga Australia, adalah sejumlah contoh kasus yang mewarnai ketegangan dan ketidakharmonisan hubungan Indonesia-Australia selama ini. Traktat Lombok sebagai jalan keluar atas ‘ketegangan-ketegangan dan letupan-letupan’ yang selama ini mewarnai hubungan Indonesia-Australia.
We agreed that the Chief of the Defence Force and his Indonesian counterpart will pursue the development of Joint Understandings on the Australian-Indonesian Defence relationship to further defence cooperation. The Joint Understandings will outline our mutual priorities for future defence engagement, including military training and postgraduate education, study visits and exchanges, combined exercises and maritime surveillance and patrol.[14]
Traktat Lombok adalah adalah dokumen kesepakatan antara Republik Indonesia dan Australia tentang kerjasama keamanan yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia dan Australia di Lombok pada 3 November 2006. Traktat ini mengatur kerjasama dalam sepuluh bidang, yaitu: kerjasama bidang pertahanan, penegakan hukum, anti-terorisme; kerjasama intelijen, keamanan maritim, keselamatan dan keamanan penerbangan, pencegahan perluasan (non-proliferasi) senjata pemusnah massal, kerjasama tanggap darurat, organisasi multilateral, dan peningkatan saling pengertian dan saling kontak antar masyarakat dan antar perseorangan.
Dalam kerja sama pertahanan yang telah diratifikasi pertengahan Juli 2007 tersebut, lebih memfokuskan pada bidang pendidikan, tukar menukar siswa dan officer, pelatihan serta kerja sama penjaga keamanan seperti yang telah dilakukan Indonesia bersama Singapura dan Malaysia[15].
Explored mutually beneficial opportunities for defence industry cooperation and ways to support capacity building and management through, for example, joint science and technology projects.
Continue to support peacekeeping initiatives through our respective military peacekeeping centres, and humanitarian aid and disaster management cooperation.
[16]
Kedua belah pihak sesuai Piagam PBB diharuskan (1) saling menguntungkan dan mengakui kepentingan masing-masing dalam stabilitas, keamanan dan kemajuan; (2) saling menghormati dan mendukung kedaulatan, integritas teritorial, kesatuan bangsa, dan kemerdekaan politik setiap pihak, serta tidak campur tangan urusan dalam negeri masing-masing; (3) tidak mendukung atau turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang mengacam stabilitas, kedaulatan atau integritas teritoral pihak lain, termasuk kegiatan separatisme; (4) menyelesaikan setiap perselisihan yang mungkin timbul di antara mereka dengan cara-cara damai sehingga tidak membahayakan perdamaian, keamanan dan keadilan dunia; dan (5) menahan diri untuk melakukan ancaman atau tindakan kekerasan yang menentang integritas teoritorial atau kemerdekaan politik pihak lain[17].
Bagi Australia tentunya kerjasama keamanan Traktak Lombok ini dapat digunakan sebagai upaya untuk mengatasi berbagai ancaman keamanan yang dapat mengganggu teritorialnya. Seperti ancaman terorisme, penyelundupan obat – obatan terlarang, penyelundupan manusia, dan isu keamanan lainnya.
Demikian sesuai dengan konsep keamanan yang dikembangkan oleh Australia, maka selain menjalin aliansi dengan kekuatan besar seperti Amerika, maka perlu dijalin pula kerjasama dengan negara – negara kawasan untuk mencegah datangnya ancaman langsung ke Australia.

Penutup
Pokok – pokok politik luar negeri Australia antara lain adalah regional security, “A secure and stable Southeast Asia is in Australia's strategic interests,” pernyataan tersebut dalam Australia Defence White Paper 2009 menyiratkan bahwa keamanan regional merupakan elemen penting yang mendukung kepentingan nasional dan menjaga keamanan Australia dari ancaman.
Our most basic strategic interest remains the defence of Australia against direct armed attack. This includes armed attacks by other states and by non-state actors with the capacity to employ strategic capabilities, including WMD. This most basic strategic interest abides irrespective of the perceived intentions of others, and is a function of our geography and levels of current and future capability in the region around us. Before we attend to anything else, we must secure this strategic interests… Strategic interests are a narrower set of interests than our national security interests, but basing our defence planning on our strategic interests helps us to secure our national security interests.[18]
Khususnya hubungan dengan Indonesia, Australia memandang Indonesia sebagai negara yang telah sukses membangun kembali demokrasinya, juga ekonominya dan merupakan kepentingan Australia untuk terus membina hubungan baik dengan Indonesia.
Indonesia has made remarkable gains in the past decade. It has managed a successful transition to multiparty democracy, embarked on the long journey of economic reform, and proven to be a strong partner in the fight against terrorism. It is likely that these positive trends will continue, and that Indonesia will continue to evolve as a stable democratic state with improved social cohesion. As the largest country in Southeast Asia, it will continue to play a crucial role in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), while also seeking other avenues to play a constructive role more broadly in global affairs… The evolution of democracy gives Indonesia a sound foundation for long-term stability and prosperity, and positive relationships with its neighbours. This is in keeping with Australia's strategic interests.[19]
Namun, Traktat Lombok hendaknya tidak menjadi dasar bagi Australia dari sikap acuh dan menutup mata atas persoalan-persoalan serius terkait demokratisasi dan penegakan HAM di Indonesia. Sebagai bagian dari masyarakat dunia yang concern membangun peradaban baru yang demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, sebagai wujud being seen as a good international citizen.
Sikap kritis pemerintah Australia tetap diharapkan untuk memperkuat gerakan-gerakan masyarakat sipil Indonesia yang terus menerus berjuang memastikan keberlanjutan agenda reformasi dan demokratisasi di Indonesia.
Hal tersebut di atas mengingat pasal 2, ayat 3 Traktat Lombok yang menyatakan “Para Pihak, sejalan dengan hukum nasional dan kewajiban internasional mereka, tidak akan dalam bentuk apapun, mendukung atau turut serta dalam kegiatan-kegiatan oleh setiap orang atau lembaga yang merupakan ancaman terhadap stabilitas, kedaulatan atau intergitas teritorial Pihak lain, termasuk oleh mereka yang berupaya untuk menggunakan wilayahnya untuk mendorong atau melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, termasuk separatisme, di wilayah Pihak lainnya.”[20]
Pasal ini dapat membuat Australia lebih menahan diri dalam mengkritisi kebijakan – kebijakan Indonesia yang mungkin dapat mengancam penegakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia, memang itu baik bagi kedaulatan Indonesia, namun tentunya dapat menjadi kontraproduktif terhadap upaya reformasi dan pembangunan demokrasi yang telah dilakukan dengan baik selama ini.
Of particular salience in this regard is the continued stability of Indonesia, one of the most important features of our strategic outlook. It is in Australia's vital strategic interests to see a stable and cohesive Indonesia. The Government's policy remains one of strong commitment to Indonesia's territorial integrity. A weak and fragmented Indonesia would be a strategic liability for our security and would almost certainly require a heightened defence posture on Australia's part.[21]
Melihat perkembangan yang berjalan saat ini, selama reformasi yang bergulir sebelas tahun, memang pergerakan demokrasi di Indonesia telah berjalan baik. Namun bukan tidak mungkin dan tidak tertutup kemungkinan kemunduran terhadap proses demokratisasi dan reformasi politik di Indonesia akan terjadi lagi. Berkaitan dengan hal tersebut tentunya akan sangat merugikan Australia apabila hal itu terjadi, karena segala perkembangan politik di Indonesia tentunya sedikit banyak berkaitan dengan kepentingan strategis Australia di kawasan Asia Tenggara.



Daftar Pustaka
Art, Robert J. and Robert Jervis. 2007. International Pollitics: Enduring Concepts and Contemporary Issues. New York: Pearson Education, Inc.
Australia Defence White Paper 2009.
Buzan, Barry. 1998. Security A New Framework for Analysis. Colorado: Lynne Rienner Publishers.
Chan, Stephen and Cerwyn Moore (Ed.). 2006. Theories of International Relations, Volume IV. London: SAGE Publications.
Fitzgibbon, Joel Australia Minister for Defence, dalam
http://www.defence.gov.au/minister/Fitzgibbontpl.cfm?CurrentId=7529 diakses 14 Mei 2009
Lombok Treaty Merupakan Kerangka Kerja Sama RI - Australia
http://www.dmcindonesia.web.id/modules.php?name=News&file=article&sid=399 diakses 14 Mei 2009.
Muhaimin, Yahya A. 2008 Bambu Runcing & Mesiu: Masalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Prihatono, T Hari, dkk. 2007. Keamanan Nasional: Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Politik dan Kebijakan. Jakarta: Propatria Institute.
Traktat Lombok, Perjanjian Pertahanan dan Keamanan Indonesia – Australia, 2006, dalam
http://www.dfat.gov.au/GEO/indonesia/ind-aus-sec06.html diakses 14 Mei 2009


[1] Kuliah Kepentingan Keamanan Global dan Regional, oleh Drs. Dafri Agussalim, MA, Politik Luar Negeri Australia, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 11 Maret 2009.
[2] Barry Buzan, Security A New Framework for Analysis (Colorado: Lynne Rienner Publishers, 1998)
[3] Ancaman menurut Prof. DR. Yahya Muhaimin dibagi menjadi empat kategori. Pertama, kategori A, ancaman yang paling berat dan paling membahayakan yaitu ancaman terhadap kelangsungan hidup serta keutuhan dan kedaulatan negara bangsa. Kedua, kategori B, tindakan yang mengancam kepentingan nasional, namun tidak secara langsung mengancam keutuhan maupun kedaulatan bangsa dan negara. Ketiga, kategori C, tindakan yang mengganggu ketertiban umum, namun tidak secara langsung mengancam kepentingan nasional maupun keutuhan atau kedaulatan bangsa dan negara. Keempat, kategori D, berupa situasi atau tindakan sistemik yang secara konseptual dan teoritis sebenarnya bukan merupakan bentuk ancaman terhadap kepentingan nasional maupun keutuhan bangsa dan negara, namun dalam jangka panjang situasi atau tindakan tersebut, melalui suatu proses atau mekanisme sosial-politik tertentu, akan menjadi ancaman tidak langsung terhadap kepentingan nasional dan bahkan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lihat, Yahya A. Muhaimin, Bambu Runcing & Mesiu: Masalah Kebijakan Pembinaan Pertahanan Indonesia, ( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008 ), hal 24 - 29.
[4] Australia Defence White Paper 2009, hal 12
[5] Disampaikan oleh DR. Siti Mutiah Setiawati, MA, dalam mata kuliah Studi Kawasan, Jurusan Hubungan Internasional, FISIPOL UGM, Yogyakarta, pada 23 April 2008.
[6] Opcit,.
[7] Alexander Wendt, Constructing International Politics, dalam Stphen Chan and Cerwyn Moore (ed.), Theories of International Relations, Volume IV, (London: SAGE Publications, 2006), hal 201.
[8] Alexander Wendt, Anarchy Is What State Make of It, dalam Robert J. Art & Robert Jervis, International Politics: Enduring Concepts and Contemporary Issues (New York: Pearson Education, 2007), hal 61.
[9] …is genuinely defensive: we harbour no aggressive intentions towards any other nation. Our military capability, while substantial in regional terms, is not based on the need for comprehensive power projection within our region, but rather on what is required to defeat aggression against our territory or maritime jurisdiction, Ministerial Statement of Regional Security para 59, dalam Kepentingan Keamanan Global dan Regional, oleh Drs. Dafri Agussalim, MA, Politik Luar Negeri Australia, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 11 Maret 2009
[10] Opcit, Australia Defence…
[11] Ibid.
[12] T. Hari Prihartono dkk, Keamanan Nasional: Kebutuhan Membangun Perspektif Integratif Versus Pembiaran Pollitik dan Kebijakan, (Jakarta: Propatria Institute, 2007), hal 2-5.
[13] Joel Fitzgibbon, Australia Minister for Defence, dalam http://www.defence.gov.au/minister/Fitzgibbontpl.cfm?CurrentId=7529 diakses 14 Mei 2009
[14] Ibid.
[15]Lihat, Lombok Treaty Merupakan Kerangka Kerja Sama RI - Australia http://www.dmcindonesia.web.id/modules.php?name=News&file=article&sid=399 diakses 14 Mei 2009.
[16] Opcit, Joel Fitzgibbon…
[17]Mutual respect and support for the sovereignty, territorial integrity, national unity and political independence of each other, and also non-interference in the internal affairs of one another; Pasal 2, ayat 2, Traktat Lombok, Perjanjian Pertahanan dan Keamanan Indonesia – Australia, 2006, dalam http://www.dfat.gov.au/GEO/indonesia/ind-aus-sec06.html diakses 14 Mei 2009
[18] Opcit, Autralia Defence…hal 41
[19] Ibid, hal 35
[20] The Parties, consistent with their respective domestic laws and international obligations, shall not in any manner support or participate in activities by any person or entity which constitutes a threat to the stability, sovereignty or territorial integrity of the other Party, including by those who seek to use its territory for encouraging or committing such activities, including separatism, in the territory of the other Party; Pasal 2 Ayat 3, Traktat Lombok, Perjanjian Pertahanan dan Keamanan Indonesia – Australia, 2006, dalam http://www.dfat.gov.au/GEO/indonesia/ind-aus-sec06.html diakses 14 Mei 2009
[21] Opcit, Autralia Defence…hal 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar